March 2007 / April 2007 / May 2007 / June 2007 / July 2007 / November 2007 / March 2008 / April 2008 / February 2009 / March 2009 / April 2009 / May 2009 / June 2009 / July 2009 / August 2009 / October 2009 / May 2010 / June 2010 / July 2010 / August 2010 / September 2010 / November 2010 / December 2010 /

kembali ke blog


Nov 8, 2010



Surat Cinta untuk Istriku Kelak


Dear istriku kelak, malam ini akan terlahir kalimat-kalimat dari rahim kesepian yang disetubuhi oleh malam. Maka aku meminta maaf terlebih dahulu karena tak punya cara untuk mengirimkan surat ke alamatmu yang entah di mana. Mungkin kau masih di sana, terselip di antara barisan jarak dan waktu sebagai sebuah bingkisan cantik dari Tuhan.

Istriku, baru kali ini aku merasa dinding tak punya telinga, atau dia hanya pura-pura tuli dan menjadi dingin karena muak mendengar semua keluhan-keluhanku selama ini, maka aku ingin menuliskan secarik surat untukmu. Sebuah surat tanpa balasmu yang akan kubacakan di luar jendela kamarku. Sebab angin adalah tukang pos yang bersedia mengantarkannya kapan dan di mana saja. Semoga sampai ia ke jendela telingamu, tempat di mana aku bisikkan cahaya-cahaya pagi, atau sampai di beranda mimpimu, tempat aku mengecupkan selamat malam dan berjaga, atau mungkin sesekali kau mengajakku ke dalam untuk memelukmu sepanjang malam.

Istriku, kelak kita akan menempati sebuah rumah yang dibangun oleh jerih cinta yang ingin menjaga, rumah yang akan memberimu atap dari panas dan hujan, dan kelak akan kubuat perigi di telapak tanganku untuk menampung anak-anak bening yang terlahir dari mendung di matamu.

Istriku, kita tak perlu rumah dengan dua lantai yang terdapat balkon untuk kita berbaring berdua menatap bintang, sebab ranjang kita adalah balkon tempat kita melihat bintang begitu dekat. Ya istriku, di kamar kita akan terbiasa membintangkan tatapan, dan aku akan senantiasa mencuri wajah bulan untuk menyempurnakan mata bintangmu.

Istriku, kelak di rumah kita tak perlu ada perapian, sebab di sana kita akan belajar memberi dekapan hangat yang lebih hangat dari baju hangat yang dirajut oleh benang bara, sebab pada dekapku kau akan merasakan hangat secukup dan seutuhnya.

Istriku, kelak akan kita buat halaman di belakang rumah, tak perlu terlalu besar, hanya untuk tempat anak-anak kita bermain di antara cinta dan doa yang kita tanam dan tumbuh sebagai bunga, dan daun-daun yang luruh menghumus menumbuhkembangkan cinta dan doa kita di sana.

Istriku, malam semakin puncak, dan aku harus terlelap memimpikanmu. Dan suatu hari secarik surat ini akan sampai pada alamatnya, tentang kerinduanku yang diabadikan oleh jejak-jejak pena untukmu.

selamat malam kekasih,
semoga senantiasa Tuhan menjagamu di sana.

-RadityaNugie-



Surat Cinta untuk Suamiku Kelak


Teruntuk calon suamiku kelak,

Kemarin sepi membawamu padaku, lewat detik-detik yang membentang malam. Kamu ada di situ, terselip di antara hembusan asap, timbul tenggelam dalam pekat kopi, melayang bersama tiap petik melodi. Kucoba mencari namamu di balik tiap bintang, mereka-reka rupamu pada permukaan bulan, tapi mana mungkin mereka bocorkan rahasia Tuhan?

Jadi kubiarkan kamu tetap di sana, seperti malam-malam lainnya, serupa khayal berserak abstrak. Sementara aku menikmati tiap putaran bumi serta cinta yang datang dan pergi, seperti kisah-kisah pembuka sebelum akhirnya hati kita terkuak. Sambil menerka-nerka apakah kamu juga melakukan yang sama, entah di belahan bumi bagian mana.


Suamiku, aku mendamba saat di mana cinta tumbuh dan memeluk kita manja. Kuyakini akan indah—mungkin seperti meniti pelangi usai hujan dengan surga di ujungnya. Pelangi yang semoga tak pernah memudar. Aku tak perlu takut jatuh meski bahaya membentang di bawah, karena kamu akan ada di sisiku dan menuntun tiap langkah. Sesekali kita akan tergelincir, mungkin terkilir. Tapi aku percaya, sayang, tiap bekas luka akan jadi kisah manis peramu tawa, tersimpan rapi di serambi rumah kita.

Rumah itu, suamiku, akan jadi tempat lahirnya kehidupan baru. Tempatmu membuka pagi dengan minuman hangat buatanku. Tempatku menutup malam dengan kecupan lembutmu. Kita akan mengukir mimpi dan kenangan pada tiap sudutnya, dengan guratan-guratan cinta. Kamu akan jadi imam bagiku, atap dan penghangat, pelindung segala resah. Aku akan jadi sejuk untukmu, pembasuh tiap peluh, penadah tiap lelah. Lalu waktu, pada tiap jengkal udara, memainkan lagu yang manis, pengiring kita berdansa, bercinta, hingga mabuk oleh hasrat yang tak habis.

Suamiku, untukmu aku akan melahirkan tangan-tangan dan kaki-kaki mungil pembawa jiwa suci. Lalu bagi merekalah kita akan jalani hari, denganmu mengajarkan mereka kehidupan, dan aku merawat mereka penuh kelembutan. Mereka akan bermain di samping kolam berteratai, di mana tak terhitung kasih telah kita semai. Juga ribuan dongeng sebelum tidur, jutaan doa hingga dewasa, sampai akhirnya alam memeluk kita. Dan hingga masa itu tiba, kita akan tetap berpeluk, saling bersandar dalam damai.


Kamu yang akan menjadi bagian masa depanku,

akhirnya kutuliskan surat ini pada bintang yang dibawa peri-peri, agar pada suatu malam nanti mereka dapat membawamu pada rinduku lewat sayap-sayap mimpi. Selamat tidur, sayang, jalanilah hidupmu dengan baik hingga Tuhan menyatukan kita nanti.

-DisaTannos-

0 orang berkomentar. Mau?