March 2007 / April 2007 / May 2007 / June 2007 / July 2007 / November 2007 / March 2008 / April 2008 / February 2009 / March 2009 / April 2009 / May 2009 / June 2009 / July 2009 / August 2009 / October 2009 / May 2010 / June 2010 / July 2010 / August 2010 / September 2010 / November 2010 / December 2010 /

kembali ke blog


May 26, 2007

lihat, dengar, rasakan.


Dia tlah berdiri, coba berlari
Tak pernah dia jelang, hidup yang inginkan
Kilau hari-hari, dan birunya langit
Terhapus rasa indah, terpejam oleh lelah..


Jumat siang yang panas seperti biasa.
Seperti minggu lalu, dan minggu-minggu sebelumnya,
aku pulang sendiri.
Ya, aku memang lebih suka sendiri. Entah kenapa.
Turun dari kereta yang membawaku dari kampus,
menarik nafas lega—udara di luar mendadak seperti hembusan angin surga
karna banyaknya manusia yang berdesakan di dalam sana—
dan berjalan menuju tempatku biasa menunggu.
Angkutan umum?
Malu mengakuinya, tapi aku memang manja.
Terlalu manja untuk berpanas-panas dan berdesakan lagi,
jadi aku rela menunggu sedikit lebih lama sampai mobilku datang menjemput.
Dan saat itulah aku melihat anak itu.

Usianya sekitar 4 tahun. Anak perempuan mungil dan manis.
Tapi dekil, dengan rambut kecoklatan terbakar matahari.
Bibir mungilnya melantunkan sebuah lagu yang tak kukenal—
Bahkan lidahnya masih cadel, sehingga kadang aku tak mengerti apa yang ia nyanyikan.
Jika aku tidak sendiri,
mungkin aku hanya akan mengibaskan tangan. Lalu membuang muka.
Tapi ketika sendiri, hati kecilku selalu bebas berkelana.
Dan kini ia berteriak, mengasihani makhluk mungil di depanku.
Ia terlalu muda untuk ini semua..


Dalam lelapnya mata, nikmat dunia menjelma
Sejenak dia berharap malam tanpa batas
Bunda slalu tanamkan, jangan pernah menyerah
Jalani dan panjatkan, kelak syukur kau ucapkan


Aku menengadah dan tersenyum padanya—
senyum yang entah untuk apa.
Mungkin aku jatuh hati pada kepolosannya,
atau iba akan nasibnya.
Tapi yang kulakukan hanya memberi sedikit uang,
Sambil berharap tak akan ada yang merampasnya.
Dan sambil berpikir.. seperti inilah dunia nyata.

Dan hingga ia berlalu dari hadapanku,
aku masih terus memandangnya,
sambil bertanya-tanya.
Pertanyaan yang bahkan aku sendiri tak tahu cara mengungkapkannya.
Hanya satu: apakah ia bahagia?
Jadi aku hanya menunduk,
dan melakukan sesuatu yang sudah lama kulupakan.

Berdoa.


Pada diriNya, kumohonkan:
Mudahkan hidupnya, hiasi dengan belaimu
Sucikan tangan-tangan yang memegang erat harta
Sinari harinya, dengan lembut jemarimu
Buka genggaman yang tlah menjadi hak mereka..



Mungkin aku harus belajar menikmati berpanas-panas dan berdesakan dalam bus kota.

Dari lirik lagu Sheila on 7 – Lihat, Dengar, Rasakan.
One of my all time favourite songs. Lo harus denger. Bagus banget lagunya (:

Labels:


0 orang berkomentar. Mau?


May 22, 2007

pertanyaan tentang hidup

pinggir jalan margonda.
berbohong, berbalik, masuk ke dalam cafe itu.
sambil bertanya-tanya.
sudah bosankah ia *dan para penjaganya* jadi saksi berbagai cerita hatiku?


aku dan seorang teman,
menghabiskan berjam-jam malam di tempat itu--
tempat di mana aku biasa menumpahkan semua perasaanku,
kepada mereka yang mengerti.
biasanya secangkir coklat hangat menemaniku,
tapi kali ini aku memilih single espresso.
pahit tapi manis; gambaran tepat suasana hati kami. bittersweet.
ia bersama secangkir besar hot tea,
mengalir selancar cerita kami berdua.
cerita tentang hati, cerita tentang kami,
juga tentang kehidupan.

berjam-jam setelah itu.
cangkir espressoku sudah kosong sejak tadi,
hot tea pun telah habis--
demikian juga waktu kami.
maka kami pun kembali,
dan aku membawa sejuta pertanyaan besar.
pertanyaan tentang kehidupan..


tentang pertemuan,
dan mengapa kita menilai orang lain begitu cepat;
mengapa tak jarang ada iri yang kadang tersembunyi;
mengapa selalu ada selamat tinggal?

tentang perbedaan,
dan mengapa begitu banyak yang harus dipertentangkan;
mengapa kadang yang berbeda tak bisa diterima;
mengapa kita bisa menjauh hanya karna berbeda?

tentang Tuhan,
dan mengapa kepercayaan harus selalu dipertanyakan;
mengapa kasih malah sering dinomorduakan;
mengapa hal prinsipil selalu jadi pemisah semuanya?

tentang cinta,
dan mengapa perasaan yang bebas harus begitu terikat;
mengapa ternyata dicintai tak lebih baik dari mencintai;
mengapa cinta yang indah bisa sangat menyakitkan?

Labels:


1 orang berkomentar. Mau?